Jumat, 03 Februari 2012

TOILET 2 Miliar?



“Anis Matta: Renovasi Toilet DPR 2 M Tak Pantas Dipersoalkan”. Itulah salah satu judul thread pada sebuah milis yang  saya baca pagi ini. Mata bening saya terfokus, bola mata membulat, membesar, memastikan bahwa yang saya baca adalah benar. Yap, berita tentang rencana renovasi toilet di gedung DPR ini telah ramai diberitakan media. Anggaran yang dibutuhkan katanya mencapai 2 M. Aih, judulnya saja renovasi, tentu seharusnya tidak seperti membangun dari awal, dan pasti tidak semua toilet rusak. Tapi entahlah, kenapa anggarannya sampai harus sebesar itu? Bilakah yang perlu direnovasi 100 buah toilet, berarti satu buah toilet diperlukan anggaran Rp.20.000.000,-.  “Toilet macam mana yang harganya 20 juta?? Wuih, bakalan lebih betah di toilet tuh, ketimbang di kantor atau di ruang sidang.” Seorang teman berkomentar.
“Nduk, gedung DPR ki toilete koyok apo tho? Wis pernah neng gedung DPR durung? Mbok njajal  toilete, mumpung neng Jakarta.” Aha, Bapak, biasanya kami jarang berbincang, “Arep ngomong karo Ibukmu?” begitu setiap kali hendak memulai berbincang dengan beliau. Tapi rupanya “TOILET” kali ini menarik perhatian beliau. Sehingga beliau perlu memastikan bahwa putrinya yang manis ini pernah main ke gedung DPR mumpung lagi di Jakarta. Bagi kami warga kampung, melihat gedung DPR hanya dari TV. Jangankan “njajal toilet”, ke halaman DPR saja belum pernah. Bapak mengeluarkan unek-uneknya, bertanya-tanya seberapa bagus toilet yang harus dibuat dengan uang rakyat sebanyak itu. Saya pun jadi berfikir, bila toilet sudah selesai direnovasi, terus seluruh rakyat Indonesia berbondong-bondong datang ke Jakarta dan ingin “njajal toilet” semua? Apa yang akan terjadi? Miris.
Saya jadi teringat, rupanya sudah lama juga kami bersama teman-teman tidak main ke DPR, meski sekedar melihat sidang paripurna dari balkon belakang ikutan bersama rekan-rekan media. Ah, yang bicara saat rapat juga itu-itu saja. Waktu shalat pun tiba, kami keluar sebentar. Tiba-tiba seorang ibu dengan dandangan modis berkerudung hijau bertanya, “Mbak, toilet wanita sebelah mana, ya?”, kami pun mengantar beliau sampai di depan pintunya.
“Interupsi Bapak ketua” ruang sidang agak sedikit rame, saya lupa waktu itu sedang membahas apa. Kamera zoom ke arah sumber  suara. Kami menyaksikan dari layar besar yang dipasang di bagian depan ruang sidang. Tiba-tiba, syuutt, “Lho, bukankah ibu berkerudung hijau yang di samping bapak itu yang ketemu dengan kita tadi? Haa, ternyata beliau anggota dewan?” saya memastikan. Aduh, kami semua pun terheran-heran. Barangkali memang kami yang kuper tidak mengenali siapa beliau. Tapi, melihat beliau yang masih tampak canggung, saya berfikir beliau adalah “orang luar” seperti kami. Sehingga wajar bila belum tahu dimana posisi toilet wanita di ruang ini. ^_^
Di hari yang lain, kisah lucu juga terjadi. Waktu itu, kami ingin bertemu bu Waode. Saya melihat profil beliau baru sebatas dari internet, beliau belum sering muncul di TV. Alhamdulillah jadwal telah disepakati melalui asisten pribadi beliau. Kami berempat menanti di ruang tunggu, 30 menit berlalu sudah dari waktu yang telah dijanjikan. Kami masih sabar menunggu, kira-kira 15 menit kemudian keluarlah seorang ibu muda dengan pakaian sederhana menuju pintu lift. Seorang mbak satuan keamanan menemui kami dan bertanya dengan pertanyaan yang sama dengan mbak sebelumnya, “Mau bertemu siapa?”. “Bu Waode”, jawab kami kompak. “Lho, baru saja bu Waode keluar mau menghadiri sidang komisi. Apakah tidak bertemu beliau?” sambut mbak keamanan terheran-heran. Haa.. kami pun berpandangan. Rupanya ibu yang tadi keluarlah yang seharusnya kami temui. Batal deh.. Hihi, sejak saat itu kami selalu mencari-cari ada tidaknya pin garuda untuk mengenali setiap orang apakah beliau anggota dewan atau bukan. Biasanya pin itu dipasang di kerah baju atau di kerudungnya. Dan lagi, kawan, carilah yang banyak dikerubungi wartawan. Karena, bila anggota dewan lenggang kangkung tanpa dikejar wartawan, berarti beliau jarang bicara. ^_^
Kembali pada persoalan renovasi. Renovasi sebenarnya suatu hal yang biasa dilakukan. Baik renovasi sekolah, renovasi rumah, kantor dan lain-lain yang memang telah mengalamai kerusakan sehingga perlu diperbaiki. Namun, benarkah saat ini renovasi toilet DPR adalah sesuatu yang urgent sehingga tidak bisa tidak harus dilakukan sekarang ini dengan menelan biaya sebanyak 2 M? Saya fikir, uang 2 M itu bukan daun dan itu uang rakyat, jadi harus dikembalikan kepada rakyat. Sedih, kini rakyat benar-benar terlupakan. Di tengah himpitan perekonomian yang semakin mencekik, harga sembako yang semakin melonjak naik, biaya pendidikan yang mahal, pengobatan yang kian tak terjangkau, dan berbagai kekisruhan yang tak pernah tuntas  semakin memperburuk wajah negeri ini. Jadi, jangan salahkan bila seorang teman punya ide, “Ayo, bu, buat posko solidaritas untuk ngumpulin isi toilet terus diserahkan ke DPR!”
Studio, 06 Januari 2012

Sabtu, 10 Desember 2011

Remaja Dalam “Cengkraman” HIV-AIDS



Rendahnya pengetahuan masyarakat terkait penularan dan pencegahan virus Human Immunodeficiency Virus (HIV)-Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) menjadikan Indonesia sebagai negara tercepat dalam penularan HIV/AIDS di Asia. (kompas.com). Bahkan, dalam setahun diperkirakan 1 juta kasus baru HIV-AIDS di Indonesia. Dimana 92% dari kasus tersebut merupakan usia produktif termasuk anak-anak dan remaja. Depkes melaporkan, bahwa sampai bulan September 2009 penderita AIDS di bawah usia 15 tahun sebanyak 464 anak.

Sungguh suatu kondisi yang amat memprihatinkan. Remaja sebagai aset bangsa, generasi penerus yang akan melanjutkan tonggak estafet pemerintahan ternyata berada dalam bahaya besar. Arus globalisasi saat ini mengharuskan seseorang untuk menghormati, menghargai terhadap keputusan atau pilihan orang lain. Begitu halnya terkait dengan pergaulan remaja. Mulai dari berpegangan tangan, ciuman, hingga seks bebas, bahkan dari berhubungan intim dengan sesama jenis atau berlainan jenis, merupakan suatu hal yang lumrah dilakukan remaja saat ini. Semua ini tidak dapat dilepaskan dari system yang mengungkung kehidupan masyarakat khususnya remaja. Gaya hidup hedonis, liberalis, materialistis telah menjadi santapan sehari-hari. Tontonan yang vulgar, maraknya film-film porno, pembagian kondom gratis yang berkedok penanggulangan HIV-AIDS pun semakin memperbesar dalam peningkatan penularan virus ini.

Ironis, tanggal 1 Desember, dimana merupakan momentum rutin yang digawangi UNAIDS untuk mempopulerkan program global penanggulangan HIV-AIDS tidak mampu memberikan solusi yang komprehensif. Solusi yang diberikan tidak akan pernah bisa menghentikan laju penyebaran virus HIV-AIDS ini. Sering, hanya dilakukan dengan membagi-bagi bunga kepada pengguna jalan raya sebagai peringatan betapa bahayanya HIV-AIDS bagi kehidupan manusia. Dan kecenderungan untuk menghormati ODHA atas nama HAM. Sementara prilaku seks bebas, pemakaian NAPZA tetap dibiarkan merajalela. Sungguh sulusi yang aneh. Apakah cukup hanya dengan memperingati Hari Anti HIV-AIDS Sedunia lalu tiba-tiba masyarakat khususnya remaja akan terbebas begitu saja?

Remaja muslim kini benar-benar berada dalam cengkraman bahaya akibat sekularisme kapitalisme. Perusakkan generasi dilakukan mulai dari hiburan, pakaian ala barat hingga kesenangan dunia. Generasi kita juga telah sengaja disibukkan dalam kontes-kontes maksiyat. Solusi kondomisasi yang dikampanyekan oleh para penggemar maksiyat memperlihatkan dengan jelas solusi rusak yang mengancam generasi kita. Dengan kembali pada aturan Allah lah solusi tuntas penanggulangan HIV-AIDS akan terpecahkan. Tertutupnya aurat menjadi benteng diri bagi remaja. Terjaganya pergaulan antara pria dan wanita, menutup kemungkinan terjadinya pergaulan bebas. Hukuman dera, rajam semakin memberi efek jera bagi penggemar zina. Sungguh, Syariat Islam membawa rahmah bagi seluruh alam.
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hokum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?”
[T.Q. al-Maidah 5:50]
~Ayati Fa
 Bogor,  Des 2009~ 


Jumat, 09 Desember 2011

وإقامة خليفة فرض على المسلمين كافة

وإقامة خليفة فرض على المسلمين كافة في أقطار العالم. والقيام به – كالقيام بأي فرض من الفروض التي فرضها الله على المسلمين – هو أمر محتم لا تخيير فيه ولا هوادة في شأنه, والتقصير في القيام به معصية من أكبر المعاصي يعذب الله أشد العذاب